Senin, 30 Desember 2013

HUTANG LUAR NEGERI (AKAN) MEMBUNUH KITA SEMUA


Apakah yang kita ingat dari jaman pemerintahan Orde Baru : -Hutang Luar Negeri-. Basis kebijakan politik anggaran Suharto mendasarkan pada kebijakan hutang luar negeri, hal inilah yang pada akhirnya menjatuhkan Suharto, di masa Suharto penyelesaian hutang dilakukan secara bertahap, tapi kemudian beberapa negara maju menginginkan aset BUMN dan aset-aset penting lainnya jatuh ke tangan komunitas keuangan internasional, jebakan hutang di masa Suharto ini tidak lepas dari agenda jangka panjang konspirasi internasional untuk menghentikan bantuan-bantuan barat, mereka memaksa pembayaran hutang di masa Suharto dengan skenario penjatuhan Suharto lewat apa yang dinamakan Reformasi.

Pada saat itu hanya ada dua pilihan : "Selesaikan hutang-hutang Suharto atau Negara ini pecah". Mengetahui arah politik Internasional kesana, Gus Dur menelpon Megawati untuk ikut pasang badan atas intervensi asing, "Satu-satunya kekuatan massa paling militan adalah Nasionalis dan NU" lalu Gus Dur juga berpikir untuk juga mengundang "Raja Jawa" : Sri Sultan Hamengkubuwono X. -Tiga tokoh penting ini kemudian sepakat bertemu, namun Megawati minta kekuatan Muhammadiyah dihadirkan, lalu datanglah Amien Rais. Mereka berempat kemudian menyatakan sikap dalam apa yang disebut "Deklarasi Ciganjur" ada dua poin penting saat itu : "Melakukan patahan sejarah terhadap Orde Baru, yaitu kekuatan baru tidak boleh bekerjasama dengan elemen Orde Baru dan Kedua, Menjaga keutuhan NKRI.

Lalu sejarah bergulir, Gus Dur menjadi Presiden RI dan Mega menjadi wakil Presiden RI, komitmen utama adalah "menyelesaikan hutang-hutang luar negeri". Sementara di pihak lain, Parlemen ingin naik daya tawar politiknya, Gus Dur disikat dengan opini-opini yang sifatnya anti demokrasi, lalu Gus Dur digulingkan Parlemen dengan alasan mengada-ada, Megawati terjebak dalam posisi dilematis, ikut Gus Dur berarti menyerahkan kekuasaan pada parlemen, karena saat itu militer juga berpihak di parlemen, atau ikut parlemen untuk menjaga stabilitas negara yang saat itu mulai membaik, Mega pilih no.2.

Agenda penting Megawati saat itu menerapkan "Politik pembebasan Utang". Hal yang paling dicerca di jaman Megawati adalah penjualan Indosat, penjualan Indosat dilakukan melalui keputusan kolektif, termasuk ketua MPR RI Amien Rais yang saat itu menjabat ketua MPR RI. Namun penjulan Indosat dianggap sebagai bagian gerakan A-Nasionalis, padahal saat itu dilakukan sebagai "Politik Penyelamatan Anggaran".

Kelemahan Mega yang canggung berhadapan dengan pers, dibrutus oleh anak buahnya sendiri, SBY. Di masa inilah muncul politik yang disebut "Pencitraan". Nama Mega dilabur habis oleh media yang berada dibelakang SBY, akting SBY-pun mampu menipu jutaan rakyat Indonesia. Mega dimusuhi karena politik "Berdikari" yang juga akan mengalihkan kiblat keuangan bukan di AS tapi di Cina, pengamatan Mega benar saat ini ekonomi Cina tertinggi dunia, bahkan AS sekarang adalah penghutang terbesar Cina. Di jaman Mega ada usaha meneruskan agenda politik Bung Karno menjadikan Asia Tenggara sebagai sebuah kekuatan independen. Inilah yang tidak disukai asing. Lalu datanglah SBY yang duduk manis dan merasa tanpa dosa menyatakan "Amerika Serikat adalah Negara Keduanya".

Kini lihat berapa hutang SBY, politik anggaran hutang SBY dilakukan dengan cara amat cerdas dan njelimet, mereka menggunakan hutang obligasi yang suatu saat akan jadi junk bond, karena jeleknya ekonomi Indonesia, lalu dengan apa hutang itu dibayar? dalam istilah keuangan ada konversi obligasi menjadi ekuitas, sementara kemarin sudah diputuskan ada "DNI" Daftar Negatif Investasi yang dihapus besar-besaran bahkan asing bisa melakukan pemilikan 100%, disinilah kemungkinan intervensi pemodal bisa masuk tanpa membayar apapun dan hanya melakukan konversi obligasi menjadi ekuitas.

Dengan hutang kisaran Rp. 2.023 Trilyun tiap bayi yang dilahirkan akan menanggung hutang Rp. 8,5 juta perkelapa. Sementara Abraham Samad bilang bila sektor migas dikuasai oleh Republik dan tidak dikorupsi tiap orang Indonesia mendapatkan jatah Rp. 20 juta/kepala.

Sudah waktunya kita membuka mata lebar-lebar, datangnya gerombolan Neolib bukan omong kosong, bila kita tidak hati-hati kita bisa menjadi negara budak selama ratusan tahun.